JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Serangan teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang menewaskan Bharatu M Saepul Muhdori menunjukkan perlunya penanganan berbeda. MIT yang merupakan teroris tamkin dengan karakter teritorial dan organik dirasa lebih tepat ditangani oleh TNI. Apalagi, selama ini operasi pengejaran MIT yang dikoordinir Polri telah berlangsung sekitar lima tahun.
Pengamat Teroris Al Chaidar menjelaskan, perlu diketahui operasi pengejaran kelompok MIT awalnya berama Operasi Camar Maleo sejak 2015. Operasi Camar Maloe diperpanjang sebanyak empat kali. Lalu, pada 2016 nama operasi diubah menjadi Operasi Tinombala yang berlangsung hingga saat ini. "Artinya hampir lima tahun operasi pengejaran MIT berlangsung," tuturnya.
Memang operasi ini telah mampu melumpuhkan Santoso. Namun, ternyata kelompok MIT masih mampu berkembang biak. "Kendati puluhan anggotanya tertangkap dan tewas, namun mereka masih terus bertambah," jelasnya.
Kondisi ini menegaskan bahwa perlunya perubahan besar dalam operasi tersebut. Bila selama lima tahun operasi pengejaran ini dikoordinir oleh Polri, tentunya kini saatnya TNI bisa mengkoordinir pengejaran. "Bahkan, kalau perlu ini tentara saja," ujarnya.
Hal itu dikarenakan MIT merupakan teroris tamkin. Teroris jenis ini memiliki basis teritorial dan bersifat militer. MIT sangat hafal dengan medan yang dikuasainya. "Karakter teroris semacam ini sama dengan teroris di Papua, OPM," paparnya.
Karena penguasaan medan, MIT dengan mudah mampu melakukan gerilya di Gunung Biru, Poso. Maka, jalan terakhir tentunya TNI yang perlu diserahi tugas tersebut. "Polri selama ini memang sukses menangani terorisme, tapi untuk kelompok teroris takzim yang dinamis," urainya.
Kelompok teroris seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) merupakan teroris takzim. Kelompok teroris yang tidak berdasarkan wilayah teritori dan sangat dinamis. "Karakter yang semacam ini lebih cocok ditangani Polri, bukan TNI," terangnya.
Menurutnya, negara seharusnya mendayagunakan alat negara yang cocok untuk menangani terorisme. Jangan sampai dibiarkan penanganan yang berkepanjangan hingga kepastian keamanan dan hukum menjadi dipertanyakan. "Lembaga yang berwenang untuk menunjuk TNI sebagai koordinatornya itu ya Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung," tuturnya.
Bila terus ditangani Polri, tentunya operasi yang masanya terlalu panjang akan berkurang asas manfaatnya. Baik secara anggaran dan lainnya. "Ini saatnya negara memilah mana yang tepat menangani terorisme dengan karakter yang berbeda," ujarnya.
Sementara Kabidhumas Polda Sulawesi Tengah Kombespol Didik Supranoto menjelaskan, anggota Brimob Bharaka Anumerta M. Saiful Muhdori dipastikan gugur. Jenasah telah dikebumikan di kampung halamannya Pandeglang. "Polri juga menaikkan pangkatnya satu tingkat," tuturnya.(idr/jpg)